Makassar, Pattisnews.com:
Tarawih Bersama, bertujuan untuk mempertemukan komunitas. Komunitas Maluku yang tergabung dalam Kerukunan Warga Islam Maluku, atau KWIM salah satunya. Di bulan suci Ramadan tahun ini, jajaran KWIM melaksanakan tarawih bersama. Tarawih, tidak sekadar kewajiban agama, melainkan sebagai wadah berhubungan, mempererat, dan memperkuat ikatan antarorang bersaudara.
Penanggungjawab tarawih KWIM, Drs.Surur Putuhena mengemukakan, selama bulan Ramadan tahun ini, pihaknya hanya melakukan terawih bersama sebanyak empat kali. Pertama oleh Drs.H.Said Assagaf–mantan Gubernur Maluku yang dilaksanakan di Asrama Putri Maluku, Jalan Tupai No 125 Makassar (Ahad, 2 Maret 2025), kedua Prof.H.Sadly–mantan Ketua KWIM, Jalan Sunu (Sabtu, 8 Maret 2025), ketiga Drs.H.Abubakar Wasahua, Hj.Di Ohorella, dan Dra.Hj.Za Putuhena di Aspuri Maluku, Jalan Tupai (Ahad 16 Maret), dan ke empat Dr.Rio Subagio–Komp:BTN Makio Baji Blok D No 16-17 Antang (Sabtu, 22 Maret 2025).
Seperti diketahui, Ramadan, satu dari sekian bulan dalam kalender Islam. Di bulan nan suci ini, merupakan waktu yang tepat untuk refleksi spiritual, dan penguatan ikatan kekeluargaan. KWIM di Makassar kemudian, menjadikan Ramadan sebagai bulan penuh berkah, sekaligus memperkuat identitas budaya ke-Maluku-an.
Penguatan identitas ke-Maluku-an itu seperti terlihat dalam shalat isya dan terawih bersama di Asrama Putri Maluku “Ama Sumitro”, Jalan Tupai No 125 Makassar, Ahad, 2 Maret malam tadi. Usai terawih diselingi ceramah agama oleh Drs.H.Mahyuddin Latuconsina. Sedangkan imam adalah Jibran Latukau. Jamaah terdiri dari sesepuh dan pengurus KWIM, termasuk pemuda dan mahasiswa Maluku di Makassar dan sekitarnya.
Sebelum menyampaikan ceramah agama,H.Mahyuddin Latuconsina meminta kepada seluruh jamaah mendoakan para sesepuh, pendiri, dan pembina KWIM, sekaligus mendoakan Ketua KWIM, Drs.Asri Hidayat Mahulauw agar bisa bersama sama kembali seluruh jajaran KWIM.
Dalam ceramah agama, H.Mahyuddin Latuconsina di antaranya mengemukakan, tradisi puasa dimulai oleh Nabi Adam. Dan, setidaknya ada tiga nabi yang puasanya mengikuti puasa nabi Adam, yaitu, Musa, Ibrahim dan akhirnya, Muhammad SAW.
Dedikasi para nabi tentunya berfungsi sebagai bukti kekuatan puasa yang abadi sebagai alat untuk pertumbuhan spiritual, pertobatan, dan hubungan yang lebih dalam dengan Allah. Para nabi ini, dalam meneruskan semangat puasa Adam, mengingatkan kita tentang manfaat mendalam yang dapat diperoleh melalui tindakan pengabdian yang tulus dan berdedikasi.
H.Mahyuddin Latuconsina menjabarkan, puasa juga tersirat dalam Al-Quran yang menjelaskan dengan jelas bahwa, puasa bukanlah hal baru, melainkan praktik yang telah diwajibkan bagi orang-orang beriman sepanjang sejarah. “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (QS. 2:183)
Mantan Kakanwil Kementerian Agama Provinsi Maluku mengurai, puasa sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah, menyucikan jiwa, dan menumbuhkan empati bagi mereka yang kurang beruntung. Nabi Muhammad, tentunya lebih jauh menekankan pentingnya niat dan ketulusan dalam berpuasa, memastikan bahwa puasa melampaui sekadar pantangan dan menjadi pengalaman spiritual yang transformatif.
Mahyuddin Latuconsina menambahkan, unsur penting dari puasa adalah berniat. “Jika seseorang mengaku sebagai Islam, tentunya harus memiliki niat yang tulus untuk berpuasa demi Allah sebelum memulai setiap hari. Niat ini merupakan pengakuan sadar akan kesucian tindakan dan janji untuk menjalankan puasa dengan ketulusan dan ketaatan hanya kepada Allah semata,” tutupnya. (din pattisahusiwa/humas KWIM makassar)