Scroll untuk baca artikel
Example 325x300
Example floating
Example floating
banner-pemkot
BudayaDaerahMakassar

Angkat Kearifan Lokal, Akademisi UNUSIA Apresiasi Launching Sekolah Lontara

12
×

Angkat Kearifan Lokal, Akademisi UNUSIA Apresiasi Launching Sekolah Lontara

Sebarkan artikel ini
Example 468x60

Jakarta, Pattisnews.com:

Masyarakat Bugis di perantauan, khususnya di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya, Ahad, 8 Juni 2025 menjadi momentum penting. Pada hari itu, Ikatan Mahasiswa Sulawesi Selatan (IKAMI Sulsel) Cabang DKI Jakarta secara resmi meluncurkan program budaya bertajuk Sekolah Lontara, sebuah inisiatif pendidikan non-formal yang berfokus pada pelestarian bahasa, aksara, dan kearifan lokal Bugis-Makassar.

Example 300x600

Kegiatan launching ini diselenggarakan secara hybrid di Menteng, Jakarta Pusat, dan disambut antusias oleh para tokoh nasional, budayawan, akademisi, serta generasi muda Sulawesi Selatan. Salah satu tokoh yang hadir dan memberikan apresiasi terhadap program ini adalah Muhammad Aras Prabowo, akademisi Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia (UNUSIA) yang juga dikenal sebagai peneliti dan pemerhati budaya Sulsel.

“Sekolah Lontara merupakan program yang sangat bagus digagas oleh adek-adek dari IKAMI Sulsel Cabang DKI Jakarta. Program ini harus kita dorong dan sukseskan bersama sebagai wadah untuk belajar baca tulis Lontara dan memahami kembali jati diri kebudayaan Suku Bugis,” ujar Aras dalam sesi sambutan.

“Wadah ini sangat bagus bagi Suku Bugis perantau di Jakarta dan di luar Sulawesi Selatan pada umumnya,” lanjutnya.

Menurut Aras, upaya pelestarian budaya lokal di tengah arus modernisasi global menjadi semakin mendesak. Identitas kultural seperti bahasa dan tulisan daerah bukan hanya simbol sejarah, tetapi juga fondasi nilai-nilai kolektif masyarakat. Aksara Lontara’ sebagai warisan intelektual Bugis-Makassar memiliki kekayaan filosofis dan literasi yang sangat tinggi, dan sudah seharusnya ditransmisikan secara sistematis ke generasi muda.

Lebih lanjut, Aras yang juga seorang ekonom menyampaikan bahwa budaya Bugis tidak hanya kaya dalam tradisi dan bahasa, tetapi juga memiliki sistem ekonomi asli yang relevan dengan perkembangan zaman.

“Suku Bugis memiliki sebuah sistem ekonomi yang mapan dan masih sustainable sampai saat ini. Sistem tersebut adalah konsep teseng atau bagi hasil, atau dalam bahasa kontemporer dikenal sebagai profit sharing dalam sistem kapitalisme,” jelas Aras.

Ia menguraikan bahwa teseng adalah konsep asli dari masyarakat Bugis yang lahir dari semangat gotong royong, kepercayaan, dan keadilan dalam hubungan ekonomi. Menariknya, menurut Aras, sistem ini memiliki kemiripan dengan sistem bagi hasil yang dikenal di berbagai wilayah Indonesia, dari Aceh hingga Papua.

“Saya meyakini, bahwa konsep bagi hasil adalah original sistem ekonomi Nusantara. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sejak lama telah memiliki sistem ekonomi yang adil dan berorientasi pada kesejahteraan bersama,” tambahnya.

Untuk itu, Aras mendorong agar diskursus seputar ekonomi budaya lokal seperti teseng dapat diangkat dalam kurikulum Sekolah Lontara. Ia menilai bahwa pembahasan kebudayaan seharusnya tidak berhenti pada aspek simbolik dan estetika, tetapi juga menyentuh dimensi sosial ekonomi dan kebijakan.

“Konsep teseng dan sistem ekonomi Suku Bugis lainnya perlu juga menjadi pembahasan nantinya dalam program Sekolah Lontara IKAMI Sulsel,” tutupnya.

Sementara itu, Muhammad Hajrin Nur selaku Ketua Panitia menyampaikan bahwa Sekolah Lontara merupakan bentuk konkret kepedulian generasi muda terhadap pelestarian identitas budaya Bugis-Makassar.

“Sekolah Lontara diinisiasi sebagai wujud kepedulian terhadap pelestarian budaya Bugis dan sebagai tempat untuk mentransmisikan pengetahuan dan paseng dari generasi ke generasi,” terang Hajrin.

Ia menjelaskan bahwa antusiasme peserta sangat tinggi sejak pendaftaran dibuka. Hingga hari peluncuran, sudah lebih dari 300 orang diaspora Bugis-Makassar dari berbagai daerah di Indonesia bahkan mancanegara mendaftarkan diri untuk mengikuti program ini.

“Nanti ada 5 pembahasan utama dalam kurikulum Sekolah Lontara yang dibagi hingga 8 pertemuan dalam satu kali program. Pertemuan akan dilaksanakan satu kali dalam dua minggu secara daring,” tambahnya.

Beberapa tokoh penting yang turut hadir dalam peluncuran program ini antara lain Sudarno Badan Penghubung Pemerintah Sul-Sel di DKI Jakarta, Muzakkir Djabir Tenaga Ahli DPD RI,
Andi Syamsul Rijal Direktur Kebudayaan Kementerian Kebudayaan RI, Abdi Mahesa Budayawan Muda Sul-Sel dan lain-lain.

Dengan dukungan dari berbagai elemen masyarakat, baik akademisi, politisi, budayawan, hingga masyarakat umum, Sekolah Lontara diharapkan dapat menjadi motor pelestarian budaya Bugis yang bukan hanya bersifat lokal, tetapi juga berskala nasional bahkan internasional. Program ini menandai kembalinya minat generasi muda untuk memahami akar budaya mereka dan memperkuat jati diri kebangsaan melalui pelestarian identitas etnis yang berakar kuat. (aras)

Example 300250
Example 120x600

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *